Penulis: Ummu Nashir N.S.
Muslimah News, KELUARGA — Setelah akad nikah, kita sepenuhnya meyakini bahwa pasangan kita adalah orang yang kita pilih dan yang Allah Swt. pilihkan sebagai pasangan hidup kita. Apa pun alasannya dan bagaimana pun kejadiannya, ia telah memenangkan hati kita. Selanjutnya, ia menjadi sosok berharga dalam hidup kita yang bisa membawa kita kepada surga. Tentunya dengan kita menunaikan hak-hak pasangan yang menjadi kewajiban kita. Allah Swt. telah menyebutnya sebagai ikatan suci bernilai tinggi, mitsaqan ghalizhan.
Pasangan adalah pribadi istimewa karena posisinya sebagai pasangan hidup kita. Tentu kita berharap menua bersama dalam suka dan duka. Semoga bisa melalui pasang surutnya kehidupan yang makin rumit, karena hari ini sistem Islam tidak dijadikan standar kehidupan. Oleh karenanya, kita harus berjuang bersama untuk menaklukkannya. Dengan rela hati, kita izinkan pasangan memasuki kehidupan kita yang sebenarnya. Bahkan, kita membiarkannya mengetahui tentang diri kita secara lengkap, yakni baik dan buruknya, kelebihan dan kekurangannya, serta jatuh dan bangunnya. Sesungguhnya, pasangan adalah cerminan diri kita sekarang.
Oase di Tengah Padang Pasir
Suami akan menjadi orang istimewa bagi istrinya, demikian pula sebaliknya. Ini karena idealnya, pasangan akan menjadi teman sejati yang paling mengerti dan setia mendampingi apa pun yang terjadi. Dalam bingkai mewujudkan sakinah, memaknai ibadah, meningkatkan ilmu dan kualitas berpikir, hingga bekerja sama membangun ketakwaan kepada Allah Taala. Menjadi hamba Allah yang patuh, saling mengisi dan menguatkan, mendukung dengan tulus, menjadi penasihat yang jujur, serta siap menampung semua keluh kesah pasangan. Idealnya, bersama pasangan yang istimewa itu, kita menjalani kebersamaan yang dekat, mesra, dan intim.
Jadikan pernikahan sebagai sebuah oase di tengah gurun pasir kehidupan yang akan mampu memberi kesejukan, kenyamanan, bahkan menghilangkan dahaga. Oase yang akan menghadirkan sakinah, mawadah, dan rahmah di bawah rida-Nya.Tempat terbaik bagi kita untuk menyemai harapan dan merenda masa depan bersama, melahirkan keturunan yang salih/salihah, lalu menempa mereka menjadi para pejuang yang menyerukan kalimatul haq, menjadi penjaga Islam tepercaya.
Hanya saja, perjalanan pernikahan tidak selalu mulus sesuai harapan dan cita-cita kita. Bagaimana jika oase itu makin menyusut airnya? Tentu kita harus mengusahakannya jangan sampai oase ini hanya menyisakan lubang menganga yang kering dan tandus. Keluarga tanpa keintiman, kesejukan, kenyamanan, dan ketenangan.
Ketika Oase Berangsur Mengering
Tidak sedikit keluarga yang mengalami situasi berat. Bukan saja suasana yang tidak nyaman, tetapi ada kalanya pada saat tertentu muncul perasaan bahwa kehadiran pasangan terasa mengganggu dan merepotkan. Alih-alih membantu dan memudahkan berbagai aktivitas yang dilakukan, sebaliknya justru merasa terbebani.
Terkadang pasangan berkumpul bersama, tetapi tidak terasa keberadaannya. Bisa jadi karena masing-masing sibuk dengan urusannya. Berada di tempat dan pada waktu yang sama secara fisik, tetapi jiwanya terbang menjauh dan tidak saling terhubung. Pada kondisi tertentu, suami atau istri bisa merasa sendiri. Misalnya, istri bingung ketika anak-anak sakit atau ada masalah menerpa keluarga, tetapi suami seolah sibuk dengan urusannya sendiri. Sebaliknya ketika suaminya membutuhkan keberadaan istri di sampingnya, sang istri justru lebih memilih melakukan urusan lain sehingga suami merasa diabaikan.
Tidak sedikit pasangan yang merasa sendiri dan kesepian dalam pernikahan mereka. Secara hukum mereka memang memiliki pasangan yang ditunjukkan dengan adanya surat nikah, tetapi secara fakta berjuang sendiri menghadapi berbagai persoalan kehidupan. Meskipun sudah menikah, hampir seluruh masalah harus diselesaikan sendiri. Kehadiran pasangan nyaris tidak berarti karena gagal memberi manfaat maksimal, bahkan seringkali menjadi beban. Pasangan egois dan tidak peduli permasalahan yang terjadi dalam keluarga.
Memang banyak faktor yang menyebabkan kondisi ini terjadi. Bisa jadi suami dan istri saling berhusnuzan terhadap pasangan sehingga memercayakan berbagai permasalahan kepada pasangannya. Ia percaya betul pasangannya pasti akan mampu mengatasinya. Ada kalanya pula, ia merasa lebih cepat melakukan sesuatu sendiri atau tidak ingin merepotkan pasangannya, padahal pasangan sebenarnya ingin membantu atau ingin dilibatkan dalam mengerjakan sesuatu atau menyelesaikan permasalahan.
Tentu saja jika kondisi ini menerpa pernikahan, tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Kita harus berupaya agar situasi ini teratasi, karena situasi ini bisa menjadi bom waktu bagi pasutri. Lalu, apa yang bisa pasutri lakukan untuk mencegah hal ini terjadi?
1. Mengingat kembali visi dan motivasi dalam membangun rumah tangga.
Fondasi pernikahan adalah akidah Islam, bukan manfaat ataupun kepentingan. Visi yang kuat akan membawa bahtera rumah tangga berlayar menuju pulau harapan, yaitu menuju keluarga sakinah, mawadah, dan rahmah. Di dalamnya terdapat suasana saling memberi, menerima, memahami, dan membutuhkan. Keluarga yang jauh dari sikap masa bodoh, kekerasan, dan kesewenangan. Menjaga visi pernikahan akan menghindarkan anggota keluarga, termasuk pasutri, dari penyimpangan.
Sementara itu, motivasi berkeluarga yang benar merupakan fondasi untuk membangun kehidupan rumah tangga yang kukuh. Islam menetapkan bahwa motivasi berkeluarga adalah untuk melaksanakan salah satu perintah Allah Taala. Oleh karenanya, memenuhi hak pasangan merupakan kewajiban yang penting dilakukan demi langgengnya sebuah pernikahan. Ketika semua ini dipahami oleh pasutri, maka penyatuan dua raga menjadi satu jiwa akan lebih mudah terwujud, walaupun bukan berarti tidak akan ada cobaan apa pun saat menjalani kehidupan pernikahan. Namun ketika cobaan datang, maka dengan visi dan motivasi pernikahan yang benar, pasutri akan mampu menghadapi cobaan dan permasalahan rumah tangganya bersama-sama. Keduanya akan saling menguatkan.
2. Mengomunikasikan bersama pasangan.
Situasi apa pun yang menimpa keluarga kecil kita, baik yang menggembirakan ataupun sebaliknya, harus dibicarakan dengan pasangan. Tentu saja ketika membicarakannya diupayakan dalam suasana yang tenang. Terlebih ketika ada hal yang kurang berkenan dari pasangan, maka kita perlu memilih tempat dan waktu yang tepat ketika membicarakannya.
Komunikasi efektif menjadi kunci utama dalam sebuah pernikahan yang akan membebaskan pasutri dari rasa curiga, pikiran negatif, dan kecemasan lainnya. Komunikasi merupakan jembatan pembentuk kepercayaan. Dengan komunikasi yang baik dan intens, pasangan lebih bisa menentukan langkah bersama menuju kebahagiaan yang diinginkan, insyaallah. Karakter dan keinginan pasangan makin bisa dipahami sehingga proses penyatuan hati dan jiwa pun akan makin mudah dan cepat. Dengan demikian, keberadaan kita akan selalu dirasakan oleh pasangan, begitu pula sebaliknya sehingga kita tidak merasa sendiri ketika menghadapi berbagai masalah keluarga.
Selain itu, saling menasihati, mendukung, dan berdiskusi dengan pasutri merupakan hal yang penting dilakukan, tentunya dengan menjadikan syariat Islam sebagai pijakan. Semua ini dilakukan atas dasar rasa cinta karena Allah yang tertanam dalam hati sehingga keputusan apa pun yang dihasilkan dari diskusi ini akan dijalani dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab.
3. Tidak Berasumsi.
Asumsi adalah hal yang diterima sebagai kebenaran tanpa disertai bukti. Sedangkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan bahwa asumsi adalah dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berpikir karena dianggap benar. Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa menjadikan asumsi sebagai dasar penilaian adalah menghakimi. Asumsi cenderung berburuk sangka dan sangat rawan memunculkan kesalahpahaman sehingga sangat berbahaya bagi relasi pasutri.
Sesungguhnya, pernikahan adalah menyatukan dua orang yang berasal dari latar belakang dan keluarga yang berbeda. Oleh karenanya, pasutri harus saling memahami dan berbaik sangka terhadap pasangan agar tumbuh rasa saling percaya dan berempati terhadap pasangannya. Lebih dari itu, Islam memerintahkan kita untuk senantiasa berbaik sangka kepada sesama muslim, terlebih kepada pasangan kita.
Ketika ada permasalahan, jangan mengedepankan kecurigaan, tetapi berprasangka baik terlebih dahulu. Kemudian lakukan tabayun dan membahasnya bersama. Namun, tidak berarti boleh bersikap toleran terhadap kesalahan dan kelemahan yang dapat merugikan pasangan. Sikap seperti ini akan memudahkan pasutri berpikir jernih sebelum memberikan pendapat dan menilai pasangannya.
4. Lakukan introspeksi dengan merenungkan prioritas hidup dan menyusun komitmen.
Keluarga muslim yang tegak di atas syariat Islam, sesungguhnya akan mampu memperoleh ketenangan, ketentraman, keadilan, dan rasa aman. Pasutri dapat hidup bersama, berdampingan saling asih dan asuh, serta menjalankan bahtera keluarga layaknya dua orang sahabat sejati. Dengan demikian, keduanya dapat selalu berbagi suka dan duka, memecahkan masalah bersama, dan saling memberikan perhatian.
Hanya saja dalam kehidupan rumah tangga, kadangkala ada perkara-perkara yang membuat kita atau pasangan kurang berkenan. Ketika kondisi ini terjadi, maka hal penting yang harus dilakukan adalah saling introspeksi diri dan memahami kondisi pasangannya. Kedua hal ini menjadi salah satu kunci langgengnya sebuah pernikahan. Selanjutnya bersama pasangan, kita menata langkah yang harus dilakukan berikutnya untuk makin mendekatkan hubungan pasutri.
5. Sering melakukan kegiatan bersama pasangan.
Berkegiatan bersama pasangan dapat menghilangkan kejenuhan dari rutinitas dan menyegarkan kembali kehidupan pernikahan. Selain itu, kita akan merasakan keberadaan pasangan secara nyata. Akhir pekan bisa menjadi momen untuk menyegarkan hubungan kita dan pasangan. Inilah saat yang tepat untuk membangkitkan semangat baru dan memikirkan hal-hal yang luar biasa dan menyenangkan bersama. Jika biasanya istri berkebun atau merawat tanaman sendiri, maka ketika suami libur bisa diajak berkebun atau merawat tanaman bersama.
Kita juga bisa mengajak pasangan membersihkan dan membereskan rumah bersama. Pasti ada saja barang-barang yang bisa membuat kita mengingat hal-hal menyenangkan yang dilalui bersama selama ini. Mungkin saja saat itu kita menemukan foto-foto pernikahan atau kelahiran anak-anak, serta kartu-kartu ucapan dari pasangan pada momen istimewa.
Selain itu, kita dan pasangan bisa menata ulang rumah atau kamar tidur. Bahkan kita bisa melibatkan anak-anak sehingga suasana lebih syahdu. Selain mendapatkan suasana baru, ini akan menjadi kegiatan yang menyenangkan bagi anak-anak kita. Lebih seru lagi ketika selesai menata rumah, kita membuat minuman dan makanan, lalu menikmatinya bersama. Sungguh kebersamaan keluarga akan sangat terasa. Kejenuhan pun hilang, berganti menjadi semangat baru. Insyaallah.
Khatimah
Membangun hubungan baik dengan pasangan adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dengan sebaik-baiknya dalam pernikahan. Kita telah memilih, serta mengikat janji dan tekad yang kuat dengan pasangan kita dalam akad nikah karena Allah Taala. Oleh karenanya, semestinya kita dan pasangan berusaha keras memelihara pernikahan dengan sebaik-baiknya sehingga tetap langgeng dan harmonis.
Kita memang harus terus berupaya menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung terbentuknya hubungan berkeluarga yang sehat, serta saling menjaga dan menguatkan. Apa pun yang menghampiri keluarga kita, hal yang baik atau buruk, hendaknya selalu didiskusikan dan diselesaikan bersama pasangan. Selalu jadikan syariat Islam sebagai solusi berbagai persoalan. Komunikasi positif, sikap saling menghormati, dan menjaga adab pada pasangan perlu diutamakan. Dengan demikian, kita dan pasangan tidak pernah merasa sendiri. Wallahualam bissawab. [MNews/YG]
source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.
Comment here