Fikh

[Fikih] Hukum Menerima Hadiah dari Rekening Wadiah di Bank Syariah

Oleh: K.H. M. Shiddiq al-Jawi

Muslimah News, FIKIH — Tanya:

Assalamu’alaikum. Ustaz mau tanya. Saya titip uang ke sebuah bank syariah dengan akad wadiah murni. Nah, pas bank tersebut ulang tahun saya dikasih Rp25.000. Halal tidak itu, Ustaz? (Ratna, Lampung).

Jawab:

Wa’alaykumus salam wr. wb.

Haram hukumnya seorang penabung dengan rekening wadiah di sebuah bank syariah menerima hadiah atau bonus dari bank tersebut. Hal ini karena akad wadiah (titipan) di bank syariah tersebut sesungguhnya tidak memenuhi kriteria-kriteria wadiah secara syariah. Jadi tabungan wadiah itu sebenarnya bukan wadiah secara syariah, melainkan pinjaman (qardh). Ketika akad tabungan wadiah di bank syariah itu berubah menjadi qardh (pinjaman) maka setiap tambahan atau hadiah dari bank syariah kepada para penabungnya tiada lain adalah riba yang diharamkan dalam Islam.

Dalil haramnya hadiah yang muncul dari akad qardh (pinjaman), adalah sabda Rasulullah saw.,

“Jika kamu memberi pinjaman (qardh), janganlah kamu mengambil suatu hadiah.” (HR Bukhari dalam At-Tārīkh al-Kabīr, 4/2/231; Al-Baihaqi, As-Sunan al-Kubra, V/530).

Dalil lainnya, sabda Rasulullah saw.,

“Jika salah seorang dari kamu memberi pinjaman (qardh) (kepada orang lain), lalu yang meminjam memberi dia hadiah, atau menaikkannya di atas tunggangannya, maka janganlah dia menaiki tunggangan itu dan jangan pula menerima hadiahnya, kecuali hal itu sudah biasa terjadi sebelumnya antara yang memberi pinjaman dan yang meminjam.” (HR Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah no. 2432).

Dalil lainnya, sabda Rasulullah saw.,

“Setiap pinjaman (qardh) yang menimbulkan manfaat (bagi pemberi pinjaman, al-muqridh) maka itu adalah satu jenis di antara berbagai jenis riba.”(HR Al-Baihaqi, As-Sunan, 5/530).

Dari hadis-hadis di atas jelas bahwa hadiah yang muncul dari adanya pinjaman (qardh), hukumnya adalah haram secara mutlak, baik dipersyaratkan maupun tidak dipersyaratkan pada saat akad pinjaman (qardh) di awal.

Adapun mengapa akad wadiah (titipan) di bank syariah itu berubah menjadi pinjaman (qardh)? Hal ini karena wadiah (titipan) di bank syariah tidak memenuhi kriteria syariah yang seharusnya ada pada akad wadiah, dengan dua bukti atau argumen sebagai berikut:

Pertama, dalam akad wadiah (titipan), seharusnya pihak yang dititipi (dalam hal ini bank syariah) hanya menyimpan uang dari penabung (nasabah), tidak menggunakan uang yang dititipkan. Jadi bank syariah tidak boleh melakukan isti’māl (penggunaan/pemanfaatan) terhadap uang itu, misalnya digunakan untuk membayar gaji pegawai, digunakan untuk membayar berbagai macam tagihan, digunakan untuk membayar nasabah yang melakukan tarik tunai, dsb.. Faktanya, bank syariah melakukan tindakan yang disebut isti’māl, yaitu penggunaan/pemanfaatan terhadap uang tersebut. (‘Abdullāh Husayn Al-Maujān, Ahkām al-Wadī’ah fī asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 41—42).

Kedua, dalam akad wadiah (titipan), seharusnya bank syariah tidak memberikan penjaminan (adh-dhaman) atas uang yang dititipkan oleh penabung (nasabah), kecuali jika bank syariah melakukan tafrīth (kelalaian) atau melakukan ta’addiy (melampaui batas kewenangan). (Nazīh Hammād, ‘Aqad Al-Wadī’ah fī asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 45).

Faktanya, bank syariah memberikan penjaminan (adh-dhaman) secara mutlak atas titipan uang dari nasabah, dalam segala keadaan, baik karena bank syariah melakukan maupun tidak melakukan tafrīth atau ta’addiy. (‘Abdullāh Husayn Al-Maujān, Ahkām Al-Wadī’ah fī asy-Syarī’ah al-Islāmiyyah, hlm. 41—42).

Karena akad wadiah di bank syariah itu tidak memenuhi kriteria wadiah dalam syariah maka akad wadiah di bank syariah itu sebenarnya tidak mungkin dipertahankan lagi sebagai wadiah (titipan) secara syariah, melainkan sudah berubah sifat menjadi akad pinjaman (qardh).

Syekh Umar bin Abdil Aziz al-Matrak, dalam kitabnya Ar-Riba wa al-Mu’amalat al-Mashrifiyyah fi Nazhar asy-Syari’ah al-Islamiyah, setelah meneliti fakta apa yang disebut wadiah di bank (al-wadi’ah al-bankiyah), menyimpulkan dengan tepat:

“Sesungguhnya dana titipan di bank itu hakikatnya adalah pinjaman (qardh), bukan wadiah (titipan).” (Umar bin Abdil Aziz al-Matrak, Ar-Ribā wa al-Mu’āmalāt al-Mashrifiyyah fī Nazhar asy-Syarī’ah al-Islāmiyah, Madinah: Darul ‘Ashimah, 1415, hlm. 347).

Oleh karena itu, jelaslah bahwa dikarenakan akad tabungan wadiah di bank syariah itu sudah berubah menjadi qardh (pinjaman) maka setiap tambahan atau hadiah dari bank syariah kepada para penabungnya yang mempunyai rekening wadiah, sesungguhnya adalah riba. Wallahualam. [MNews/Rgl]


source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.

About Author

Comment here