Keluarga

Duhai Pemimpin Keluarga, Berikan Rasa Nyaman bagi Pasangan dengan Menunaikan Segala Haknya

Penulis: Ummu Nashir

Muslimah News, KELUARGA — “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang perempuan memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya. Ia akan ditanya tentang kepemimpinannya.” (HR Bukhari).

Allah Swt. telah memberikan peran dan tanggung jawab yang sedemikian adil bagi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan berkeluarga. Keduanya adalah pemimpin, hanya saja cakupannya berbeda. Laki-laki sebagai suami atau ayah adalah kepala keluarga dan pemimpin keluarga. Perempuan sebagi istri dan ibu adalah pemimpin dalam rumah suaminya. Keduanya dituntut melaksanakan perannya dengan baik dan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Oleh karenanya, setiap pasangan harus saling menguatkan agar seluruh tanggung jawab ini bisa terlaksana dengan baik.

Memberi Rasa Aman dan Nyaman

Tugas utama pemimpin dalam keluarga adalah menjaga akidah anggota keluarganya. Pemimpin juga harus memberikan pendidikan, keamanan, dan keselamatan terhadap keluarga yang akan membawa kepada surga-Nya. Tidak hanya itu, pemimpin juga bertanggung jawab memberi rasa nyaman bagi keluarganya, bukan bersikap masa bodoh, eksploitatif, dan meresahkan. Terhadap semua pelayanan dan ketaatan yang telah diberikan para anggota keluarga, maka hiburan dan bimbingan agar tenang menghadapi tekanan sangatlah layak mereka dapatkan. Inilah kepemimpinan yang tulus, jujur, peduli, dan memahami, bukan abai dan egois.

Anggota keluarga telah memercayakan masa depan mereka kepada ayah sebagai kepala keluarga. Mereka ingin menjalani hari-hari dengan aman dan nyaman, dengan hati yang tenang, pikiran yang jernih, serta dada yang lapang. Mereka tidak ingin tertekan dan larut dalam kesedihan, serta gelisah dan resah. Tidak ada air mata yang tumpah. Tidak ada ketaatan yang bertepuk sebelah tangan. Tidak pula kehidupan kacau yang jauh dari harapan.

Oleh karena itu, salah satu tugas penting suami adalah membuat hati anggota keluarganya nyaman terhadap berbagai persoalan yang menghadang. Semuanya bisa dihadapi dengan pikiran jernih dan jiwa yang lapang dalam dua bingkai utamanya, yakni sabar dan syukur. Bersabar terhadap segala hal yang menyesakkan dada karena tidak selalu sesuai harapan. Banyak juga hal yang tidak bisa ditolak sebab merupakan takdir Sang Pencipta. Sebaliknya, harus bersyukur ketika bersua dengan semua yang didamba.

Penguatan akidah, pemaknaan kejadian, pelurusan pemahaman, pembelajaran kepasrahan, hingga pengambilan tindakan yang menyamankan sangatlah penting dilakukan seorang kepala rumah tangga sebagai pemimpin yang bertanggung jawab. Dengan demikian, apa pun rencana Allah yang menghampiri, keluarga bisa sukses melewati dan mengatasinya.

Memberi Rasa Nyaman dengan Menunaikan Segala Hak Istri

Suami atau ayah adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap keluarganya. Ini karena keluarga adalah amanah yang harus dijaga dan diurusnya. Demikian halnya seorang perempuan, ia adalah istri atau ibu yang bertanggung jawab atas rumah suaminya.  Keduanya bertanggung jawab terhadap peran masing-masing yang telah Allah Swt. tetapkan.

Seorang perempuan harus menjalankan perannya sebagai pemimpin dalam rumah suaminya. Mereka adalah para penjaga benteng keluarga dari unsur-unsur yang bisa merusaknya. Mereka bukan hanya menyuapkan makanan dan minuman kepada anak-anaknya, tetapi juga santapan iman yang berwujud prinsip-prinsip hidup mulia yang berkah. Mereka perdengarkan untaian zikir dan selawat kepada Rasulullah. Dengan demikian, ketakwaan akan menghunjam dalam dada seluruh anggota keluarga dan kecintaan kepada Islam makin mengkristal.

Oleh karenanya, mereka haruslah perempuan yang cerdas, pandai, terampil, dan bertakwa kepada Allah Taala. Dari para perempuan salihah inilah akan lahir generasi berkualitas prima. Generasi yang akan membangun masyarakat menuju kebaikan dan keberkahan sehingga terbentuklah fondasi bangunan masyarakat muslim. Keterlibatan perempuan dalam proses pendidikan anak-anak dan pelayanan terhadap suami, setara dengan jihad kaum laki-laki di medan perang dan salat di masjid. Sebuah aktivitas yang akan mengangkat mereka menuju derajat yang tinggi dan mulia di sisi Allah Taala.

Tugas menjadi ibu dan istri ini sesungguhnya tidaklah mudah. Namun bukan berarti tidak bisa dijalankan oleh seorang perempuan. Dengan keyakinan kuat dan menempuh as-sababiyah, semua itu akan bisa dijalani sebagai sebuah tugas mulia. Meskipun demikian, dalam menjalani perannya, seorang istri atau ibu sangat membutuhkan dukungan orang-orang di sekitarnya, terlebih dari pendamping hidupnya, yakni suami atau ayah dari anak-anaknya. 

Dukungan penuh dari suami akan membuat istri merasa nyaman dan bisa menjalankan seluruh peran dan tanggung jawabnya. Oleh karenanya, para suami sebagai pemimpin keluarga dituntut mampu memenuhi segala hak istri dengan baik sehingga mereka tidak merasa dieksploitasi. Ini semua adalah bentuk penghargaan Islam untuk mereka. Allah Swt. berfirman, “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajiban mereka menurut cara yang makruf.” (QS Al Baqarah: 228).

Ayat ini merupakan petunjuk bagi para suami bahwa mereka harus menyeimbangkan antara tuntutan mereka kepada istri dan kewajiban yang harus mereka tunaikan. Ibnu Abbas berkata, “Sesungguhnya aku berhias untuk istriku, sebagaimana ia berhias untukku.”  Lalu, apa saja hak-hak istri yang harus dipenuhi suaminya?

1. Hak mendapat bimbingan.

Setiap aktivitas seorang muslim hakikatnya harus sesuai tuntunan syarak. Para istri berhak mendapatkan bimbingan. Sebaliknya, para suami wajib membimbing dan mengajarkan Islam agar istri terhindar dari mengerjakan kedurhakaan kepada Allah Taala. Selain itu, suami bisa memberi kesempatan kepada istri untuk menghadiri majelis-majelis ilmu asalkan terjaga dari fitnah dalam ilmu-ilmu yang suami tidak mampu mengajarkannya.

Seorang suami atau ayah juga wajib menjaga kualitas ibadah istri dan anak-anaknya. Bimbing mereka untuk menegakkan salat, puasa, akhlak islami, dan berbagai ibadah lainnya. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu. … (QS At Tahrim: 6). Menurut Muqatil, maksud memelihara diri adalah keharusan mendidik diri dan keluarga dengan cara memerintahkan mereka mengerjakan kebaikan dan melarang berbuat kejahatan. Sedangkan Imam Ali bin Abi Thalib menjelaskannya dengan, “Ajarkan kebaikan kepada diri dan keluarga kalian.”

2. Hak diperlakukan secara makruf.

Sikap seorang suami di dalam rumah tangganya, sesungguhnya menunjukkan kualitas imannya. Rasulullah saw. bersabda, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik terhadap istri-istri mereka.” (HR Tirmidzi).

Lebih dari itu, Allah Swt. berfirman, “Dan pergaulilah mereka secara makruf.” (QS An Nisa’: 19).  Ayat ini merupakan perintah Allah kepada para suami agar memperlakukan istrinya dengan baik. Ini tidak hanya mencakup bertutur kata baik kepada pasangan, akan tetapi juga mencakup pemenuhan berbagai kebutuhan mereka secara patut menurut ukuran yang wajar sesuai batasan syariat. Termasuk memberi makan dan minuman seperti apa yang dimakan para suami, demikian halnya dengan pakaian dan tempat tinggal yang layak. Tentu saja semua sesuai kemampuan para suami.

Dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah, Rasulullah saw. pernah ditanya tentang hak istri dari suaminya oleh seorang sahabat. Kemudian beliau menjawab, “Engkau memberinya makan jika engkau makan. Engkau memberinya baju jika engkau berpakaian. Dan janganlah engkau memukul wajah, jangan menghinakannya, dan jangan memisahkannya, kecuali di dalam rumah.” Termasuk segera pulang ke rumah setelah salat Isya’ apabila tidak ada keperluan yang sangat penting agar mereka tidak cemas dan melahirkan kecemburuan.

3. Hak mendapat penjagaan dan keamanan.

Para suami adalah pemimpin bagi para istri. Suami bertanggung jawab menjaga kehormatan dan kemuliaan istri dengan mewaspadai hal-hal yang bisa merendahkan dan menodai martabat mereka. Suami harus melarang istrinya berhias ala jahiliah dan bergaul dengan selain mahramnya. Suami juga harus memiliki kecemburuan terhadap istrinya sebagai bukti kepedulian atas kehormatan istri. Bukan sebaliknya, bangga ketika istrinya dipuji kecantikan dan kemolekannya. Termasuk menjaga aib istri dengan tidak membeberkannya kepada khalayak ramai, baik fisik maupun akhlaknya. Sedangkan untuk urusan ranjang, larangan dari Rasulullah saw. lebih tegas lagi. 

4. Hak mendapatkan maaf.

Kaum perempuan adalah manusia biasa yang kadang salah dan lupa. Mereka kadang menunaikan suatu kewajiban tetapi tidak sesuai keinginan suami. Meskipun demikian, terlarang bagi suami untuk mencari-cari kesalahan dan kekurangan istrinya. Akan lebih baik jika suami mencari kelebihan dan kebaikan istri, rida terhadap semua itu dengan berusaha membantu dan memberi kesempatan istri untuk mengembangkan kemampuannya. Suami juga jangan mempersulit memberi maaf kepada istri jika ada hal-hal yang mengecewakan.

Sabda Rasulullah saw., “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ada satu akhlak yang tidak disenanginya, maka bisa jadi ada (akhlak) lain yang diridainya.” (HR Muslim). Bukan hanya menahan diri dari perilaku tidak terpuji kepada istri, namun suami juga harus bersabar atas gangguan, kekeliruan, dan kemarahan istri.

5. Berbaik sangka kepada istri.

Rasulullah saw. adalah panutan paling baik dalam kehidupan keluarganya. Beliau tidak pernah berprasangka buruk terhadap istri-istrinya. Beliau selalu menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan kecurigaan dan mengganggu perasaan istrinya. Bahkan jika beliau kembali ke rumah sedangkan istrinya sudah tidur, Nabi saw. selalu menahan diri tidak masuk ke kamarnya karena tidak ingin ada prasangka buruk terhadap istrinya. Rasulullah saw. pun meminta para sahabatnya agar tidak berprasangka buruk terhadap istri mereka, termasuk ketika mendatangi mereka setelah meninggalkannya beberapa hari.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah saw. telah bersabda, “Posisikanlah urusan saudaramu di posisi terbaik, sampai terdapat bukti yang menyatakan salah. Dan janganlah berprasangka buruk pada ucapan yang keluar dari saudara kalian, jika kamu masih dapat memberikan kemungkinan-kemungkinan baik.” Ali bin Abi Thalib pun mengungkapkan bahwa, “Prasangka baik akan membuat hati tenang, mengurangi kesedihan, dan menyelamatkan diri dari perbuatan dosa. Barang siapa berprasangka baik kepada seseorang, maka akan menarik rasa cinta padanya.”

6. Hak diperlakukan dengan adil.

Ketika seorang suami memilih untuk memiliki lebih dari satu istri, ia harus berlaku adil dalam hal pemberian makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan giliran bermalam. Condong kepada salah satu di antara mereka adalah perilaku sewenang-wenang, tidak adil, dan haram hukumnya di sisi Allah Taala. Rasulullah saw. bersabda, “Barang siapa memiliki dua istri sedangkan ia lebih condong kepada salah satunya, maka ia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan miring separuh tubuhnya.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan  An Nasai).

Demikianlah, Islam telah mengatur dengan sempurna bahwa laki-laki dan perempuan adalah pemimpin dengan peran dan tanggung jawab yang berbeda. Keduanya harus saling mendukung dan menopang agar rumah tangga bisa berjalan sesuai ketetapan Allah. Suami harus memberikan rasa aman dan nyaman bagi istrinya agar ia bisa menjalankan kewajibannya yang tidak mudah. Ketika suami dan istri mampu menjalankan semua peran dan tanggung jawabnya, Allah akan memberikan pahala berlimpah kepadanya. Kehidupan rumah tangganya akan berlimpah keberkahan, ketentramana, dan kebahagiaan.

Wallahualam bissawab. [MNews/YG]


source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.

About Author

Comment here