Fikh

[Fikih] Pengertian Haji Mabrur

Penulis: K.H. M. Shiddiq al-Jawi

Muslimah News, FIKIH — Apa yang dimaksud dengan haji mabrur? Ada beberapa definisi sebagaimana dikutip oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya Fathul Bari (3/382).

Di antaranya adalah sebagai berikut:

Ibnu Khaaluwiih berkata, “Haji mabrur adalah haji yang diterima (makbul) oleh Allah Swt..”

Definisi di atas menjelaskan haji mabrur dari segi diterimanya haji oleh Allah, tetapi tidak menjelaskan bagaimana prosesnya supaya ibadah haji yang dilakukan itu diterima Allah.

Ada ulama lain yang mendefinisikan haji mabrur dari segi prosesnya. Imam Ibnu Hajar al-‘Asqalani melanjutkan:

Ulama lain berkata, “Haji mabrur adalah haji yang tidak dicampuri dengan suatu dosa.” Definisi ini dinilai lebih kuat (rajih) oleh Imam Nawawi. (Ibnu Hajar al ‘Asqalani, Fathul Bari, 3/382; Imam Baghawi, Syarah as-Sunnah, 6/7).

Dari berbagai definisi yang ada, Imam Al-Qurthubi kemudian menyimpulkan, “Pendapat-pendapat mengenai pengertian haji mabrur itu hampir sama maknanya, yaitu haji mabrur adalah haji yang memenuhi semua ketentuan hukum-hukum syariatnya dan memenuhi semua yang dituntut dari seorang mukalaf secara sempurna.” (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bari, 3/382).

Syekh Muhammad Al-Khidhir Husain menyimpulkan definisi haji mabrur tersebut dengan redaksi yang lebih ringkas:

“Haji mabrur adalah haji yang memenuhi semua ketentuan hukum-hukum syariatnya dan yang tidak dicampuri dengan suatu dosa.” (Muhammad al-Khidhir Husain, Mausuu’ah al-A’maal al-Kaamilah, Suria: Daar an-Nawaadir, cet. 1, 1431 H, 10/4921).

Empat Syarat Haji Mabrur

Para ulama tidak hanya menjelaskan definisi haji mabrur, tetapi juga menjelaskan syarat-syarat haji mabrur.

Ada 4 (empat) syarat untuk terwujudnya haji mabrur:

Pertama, ikhlas.

Haji mabrur itu harus diawali niat ikhlas lillahi ta’ala, yaitu naik haji semata-mata karena diwajibkan Allah. Tidak mabrur kalau naik haji itu karena riya‘ (supaya dipuji), sum’ah (supaya didengar), atau supaya dipanggil “Pak Haji.”

Dalilnya adalah ayat yang menjelaskan bahwa haji dan umrah itu haruslah lillah (karena Allah). Firman Allah Swt.,

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS Al-Baqarah: 196).

Kedua, sesuai tuntunan Nabi saw..

Yakni haji mabrur itu tidak terwujud kecuali mengikuti contoh atau teladan dari Rasulullah saw.. Tidak mungkin mabrur ibadah haji yang caranya tidak sesuai dengan contoh Nabi saw.. Misalnya, ada orang liberal yang pernah mengajukan usulan yang batil agar haji tidak hanya dilakukan pada bulan Zulhijah supaya tidak terjadi korban jiwa akibat berdesak-desakan seperti Tragedi Mina tahun 2015.

Dalil wajibnya mengikuti contoh Nabi saw. adalah sabda Nabi saw.,

“Hendaklah kamu mengambil tatacara manasik kamu (dariku) karena aku tidak tahu apakah aku bisa berhaji lagi setelah hajiku ini.” (HR Muslim dan Ahmad).

Ketiga, dengan harta halal.

Haji mabrur hanya diraih oleh orang yang berhaji dengan harta yang halal. Orang yang naik haji dari uang yang haram, misalnya hasil korupsi, hajinya tidak diterima Allah dan tidak akan mabrur. Meski menurut hukum syarak hajinya sah (selama memenuhi segala rukun dan wajib haji) dan kewajiban hajinya dianggap gugur, tetapi orang itu tidak meraih haji mabrur.

Dalilnya adalah sabda Nabi saw.,

“Sesungguhnya Allah adalah Zat Maha Baik yang tidak akan menerima kecuali dari yang baik.”(HR Muslim).

Keempat, tidak melakukan jidal, rafats, dan fusuq.

Mereka yang naik haji diharamkan melakukan jidal, yaitu berdebat atau berbantah-bantahan. Diharamkan juga berbuat rafats, yaitu bersetubuh dan perbuatan-perbuatan lain yang mengantarkan pada persetubuhan. Juga diharamkan fusuq, yaitu segala perbuatan yang keluar dari ketaatan kepada Allah dengan melakukan suatu perbuatan maksiat, demi menghormati keagungan waktu dan tempat ibadah haji tersebut.

Mereka yang naik haji dan melanggar larangan-larangan tersebut, berarti hajinya tidak mabrur.

Dalilnya adalah firman Allah Swt.,

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji maka tidak boleh rafats, berbuat fasik, dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” (QS Al-Baqarah: 197).

Sabda Nabi saw.,

“مَنْ حَجَّ هَذَا الْبَيْتَ، فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَمَا وَلَدَتْهُ أُمُّهُ” متفق عليه.

“Barang siapa yang berhaji ke Baitullah, kemudian dia tidak berbuat rafats dan tidak berbuat fusuq, maka dia akan kembali seperti keadaan saat dia dilahirkan oleh ibunya (tanpa dosa).” (HR Bukhari dan Muslim).

Keutamaan Haji Mabrur

Haji mabrur mempunyai beberapa keutamaan. Di antaranya adalah menjadi amal paling afdal setelah iman kepada Allah dan Rasul-Nya dan jihad fi sabilillah.

Dalam sebuah hadis,

Nabi saw. ditanya, “Amal manakah yang paling utama?” Nabi saw. menjawab, “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Ditanya lagi, “Lalu amal apa?” Nabi saw. menjawab, “Jihad fii sabilillah.” Ditanya lagi. “Lalu amal apa?” Nabi saw. menjawab, “Haji mabrur.”(HR Bukhari).

Keutamaan haji mabrur lainnya adalah pahalanya, yaitu pahalanya itu tidak ada, kecuali surga. Sabda Nabi saw.,

“Umrah yang satu ke umrah (selanjutnya), adalah penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji mabrur itu tidak ada balasannya kecuali surga.” (HR Bukhari dan Muslim).

Wallahualam bissawab. [MNews/Rgl]

Referensi: alukah[dot]net dan dorar[dot]net


source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.

About Author

Comment here