Oleh: Ummu Fairuzah
Muslimah News, KELUARGA — Al-Qur’an turun dengan bahasa Arab. Ini karena hanya bahasa Arab yang mampu mengungkapkan makna yang ingin disampaikan Allah Swt. kepada hamba-Nya.
Setiap diksi dalam Al-Qur’an memiliki hakikat makna yang tidak akan bisa diwakili oleh bahasa pengganti lainnya. Tanpa memahami bahasa Arab, mustahil manusia mampu memahami isi Al-Qur’an, kecuali hanya sedikit sekali.
Alhamdulillah sudah banyak orang tua yang memahami pentingnya anak-anak menghafal Al-Qur’an. Mereka berlomba-lomba menyekolahkan anaknya agar bisa menjadi seorang hafiz/hafizah. Anak-anak pun menyambut dengan sukacita dan bangga terhadap harapan orang tuanya. Ini keadaan yang harus disyukuri bahwa kesadaran dan kecintaan umat terhadap agamanya terus tumbuh.
Sayangnya, ada sisi lain yang belum banyak menjadi perhatian orang tua, bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk hidup. Oleh karenanya, memahami bahasanya sama pentingnya dengan menghafalnya. Jika diumpamakan jamuan, maka Al-Qur’an harus didatangi, diambil, dikunyah, dilahap, dinikmati, dan dirasakan kelezatannya. “Sesungguhnya kitab Al-Qur’an ini adalah jamuan Allah, maka terimalah jamuan-Nya dengan sekuat kemampuanmu.” (HR Hakim).
Itulah sebabnya ulama meletakkan hukum memahami bahasa Arab sebagai salah satu kewajiban di antara berbagai kewajiban.
Hukum Belajar Bahasa Arab
Orang tua perlu memahami hukum mempelajari bahasa Arab. Syekhul Islam Taqiyuddin Abdul Abbas Ahmad Bin Abdul Halim Bin Abdus Salam Bin Abdullah bin Al-Khidhir bin Muhammad bin Taimiyah An- Numairy Al Harani Adimasqi Al Hambali (w. 728 H) berkata, “Bahasa Arab itu bagian dari agama. Mempelajarinya adalah sangat diwajibkan, karena memahami Al-Kitab dan Sunah adalah wajib. Keduanya tidak bisa dipahami, kecuali dengan bahasa Arab. Kewajiban yang tidak bisa sempurna, kecuali dengan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib. Kemudian, di antara bahasa Arab itu ada yang fardu ain dan ada yang fardu kifayah.”
Fardu ain yang dimaksud, wajib bagi setiap muslim untuk mempelajari bagian tertentu dari bahasa Arab. Ini sekadar membantu pelaksanakan ibadah-ibadah yang Allah wajibkan kepadanya sehingga terhindar dari kekeliruan.
Adapun fardu kifayah, jika telah ada sekelompok kaum muslim yang mempelajarinya, maka telah mencukupi. Hukum ini ditekankan bagi penuntut ilmu, ahli ilmu, dai, dan pengajar.
Para ulama telah sepakat bahwa di antara syarat yang harus dipenuhi bagi seorang mujtahid atau mufti adalah memahami bahasa Arab dan ilmu-ilmu yang terkait dengannya seperti nahu, saraf, balagah, dan lain-lain.
Huruf-Huruf Penarik Perhatian Buah Hati
Huruf hijaiah pada bahasa Arab cukup unik bagi anak-anak. Bulat-bulat dan bervariasi, tetapi beberapa bentuk serupa. Anak-anak alaminya akan lebih tertarik dan berikutnya menjadi mudah mengingatnya.
Allah Swt. sendiri telah memudahkan Al-Qur’an untuk dipelajari. Ini sebagaimana firman-Nya, “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS Al-Qamar: 17).
Allah Swt. mengulang-ulang kalimat tersebut sebanyak empat kali semuanya dalam surah Al-Qamar. Subhanallah.
Namun, terkadang belajar membaca tulisan Arab menjadi perkara yang kurang diminati anak, berawal dari kebingungan, sering tertukar, dan sulit melafazkan. Bingung tertukar titiknya bisa membuat anak jengkel dan putus asa. Apalagi jika guru pengajar memarahi anak yang tertukar melafazkan. Oleh karenanya, memilihkan metode yang tepat bagi anak untuk belajar mengaji (mendaras) menjadi tugas orang tua.
Rekomendasi bagi orang tua, hendaklah memilihkan metode yang memudahkan, menyenangkan, dan visual. Bagi orang tua dengan beberapa anak, metode yang dipilih bisa cocok bagi anak pertama, tetapi belum tentu cocok bagi anak kedua, ketiga, dan seterusnya. Setiap anak punya karakter yang unik.
“Bergaul” dengan Bahasa Arab
Anak merupakan gambaran dari diri orang tuanya. Meskipun tidak berlaku pasti, tetapi umumnya demikian. Bacaan sehari-hari orang tua akan mengarahkan kecintaan anak. Anak yang sejak kecil melihat dan bersama ayah-ibunya hidup dengan kitab-kitab berbahasa Arab lebih cenderung menyukai bahasa Arab. Demikian pula jika orang tua gemar dengan berbagai buku berbahasa Jerman, misalnya.
Anak balita yang sering diajak berforum halaqah kadang tertarik dengan kitab ibunya. Ini ditunjukkan dengan membuat coretan di sampul dan halaman depan atau belakang kitab ibunya. Bila diganti dengan mainan, terkadang anak menolaknya.
Ibu yang memahami ini sebagai proses awal bagi anak untuk tertarik dengan bahasa Arab, akan mengganti dengan kitab lain yang serupa, bukan begitu saja mengambil kitab dari tangan anaknya. Jadi, ibu harus lebih prepare, tidak sekadar menyiapkan susu, camilan, baju, atau mainan sebelum beraktivitas.
Menukil kitab bahasa Arab dan membacanya dengan suara yang dikeraskan juga akan menarik perhatian anak terhadap bahasa Arab. Sambil sesekali mengajak anak terlibat dalam proses belajar ibunya.
Bantuan audio-visual, seperti memutar video berbahasa Arab, juga bisa dilakukan untuk menstimulus anak tertarik dengan bahasa Arab. Hari ini sudah banyak video animasi berbahasa Arab. Padanya nilai-nilai akidah dan akhlak juga akan didapatkan oleh anak.
Bahkan buku-buku edukasi (edubook) telah banyak diproduksi khusus untuk pembelajaran bahasa Arab bagi anak. Mulai yang harganya puluhan ribu sampai jutaan rupiah. Semua bisa disesuaikan dengan kemampuan finansial orang tua.
Masih banyak cara dan pendekatan lain yang bisa dilakukan orang tua untuk menanamkan kecintaan anak kepada bahasa Al-Qur’an, bahasa Shahibul Jannah, yakni bahasa Arab. Semoga bisa menginspirasi. [MNews/YG]
source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.
Comment here