Penulis: Ummu Nashir N.S.
Muslimah News, KELUARGA — Setiap keluarga muslim tentu bersukacita dengan hadirnya Iduladha. Kita telah melaksanakan Salat Iduladha Ahad lalu dan berkumpul dengan saudara-saudara sesama muslim di negeri ini. Kita saling bersalaman dan bermaaf-maafan. Sementara itu, sebagian saudara kita lainnya berkesempatan menjadi tamu Allah Swt. tahun ini. Mereka menunaikan ibadah haji ke Baitullah.
Melalui media sosial, kita bisa melihat lautan manusia berpakaian ihram bagi laki-laki dan kaum perempuan yang juga memakai pakaian serba putih. Umat Islam dari seluruh penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah untuk melaksanakan wukuf pada Sabtu, 9 Zulhijah lalu. Mirisnya, di negeri ini masih saja terjadi perbedaan hari dalam pelaksanaan Iduladha.
Seketika dada ini pun terasa sesak. Kapan umat Islam seluruh dunia bersatu padu di bawah satu pemimpin dan naungan hukum Islam? Terbayang dalam benak, jika umat Islam bersatu di bawah kepemimpinan seorang khalifah, tentu umat Islam di seluruh pelosok dunia akan serentak merayakan Iduladha. Semoga Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin akan terwujud di muka bumi seiring diterapkannya aturan Allah secara kafah. Semoga semua itu akan terwujud tidak lama lagi. Amin!
Iduladha memang istimewa, sebagaimana Idulfitri. Pada momen ini, umat Islam dianjurkan berkurban, baik dengan domba, kambing, ataupun sapi. Oleh sebab itu, Iduladha sering disebut Hari Raya Kurban.
Pada kesempatan ini, tentu saja setiap muslim akan mengingat kembali peristiwa besar yang dialami oleh Nabi Ismail (as.). Sang ayah, yakni Nabi Ibrahim as., diperintahkan Allah Swt. untuk menyembelih Ismail kecil, padahal saat itu ia adalah anak semata wayang yang sangat dicintai oleh orang tuanya.
Meskipun demikian, ia mengikhlaskan dirinya untuk disembelih ayahnya. Ini karena ia paham betul bahwa itu adalah perintah dari Sang Khalik yang harus ditunaikan oleh ayahnya. Kemudian, keajaiban muncul. Allah Swt. menggantikan tubuh Ismail kecil dengan seekor kibas atau kambing besar. Masyaallah.
Sosok Ismail as. sungguh istimewa. Ia sangat taat kepada Allah Swt. dan berbakti kepada orang tuanya. Sudah selayaknya keluarga muslim mengambil pelajaran dari peristiwa yang luar biasa ini. Sebelum membahasnya, ada baiknya kita mengulas sedikit tentang peristiwa pengorbanan Nabi Ismail as. ini.
Pengorbanan Nabi Ismail as., Sosok yang Penuh Ketaatan
Ismail adalah anak yang patuh, berbakti, dan sangat taat kepada Allah Taala. Sejak kecil, Ismail tidak pernah membantah perintah ayah bundanya. Semua ia lakukan semata karena ketaatan dan keimanannya yang tinggi kepada Allah Taala.
Hal itu terbukti ketika ayahnya memberitahukan bahwa ia bermimpi dan diperintahkan menyembelihnya. Ismail menerimanya dengan ikhlas, bahkan menguatkan hati ayahnya agar tabah menjalankan perintah tersebut.
Al-Qur’an mengisahkan peristiwa ini secara dramatis dalam QS Ash-Shaffat: 102–109. “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab, “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insyaallah, kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”
Dengan penuh iman dan ketaatan, ayah dan anak ini menunaikan perintah Allah Yang Maha Kuasa. Dilaksanakanlah perintah tersebut, lalu Allah Swt. mengutus malaikat untuk mengganti Nabi Ismail dengan seekor kibas. Masyaallah, sebuah peristiwa yang luar biasa. Inilah puncak keimanan dengan kesabaran, keikhlasan, dan pengorbanan yang luar biasa yang dimiliki oleh dua orang manusia. Ketaatan dan ketundukan mereka kepada Allah mengalahkan segalanya.
Kesalehan Ismail seharusnya menjadi inspirasi dan pelajaran bagi keluarga muslim, terutama generasi muda saat ini. Seorang pemuda harus siap berkorban apa saja, baik waktu, pikiran, tenaga, bahkan jiwanya untuk berbakti kepada Allah dan orang tuanya. Selain itu, dukungan Ismail kepada ayahnya untuk melaksanakan perintah Allah Swt. merupakan energi positif kepada orang tuanya.
Pelajaran Berharga bagi Keluarga Muslim
Ismail as. lahir dalam keluarga yang penuh cinta. Ayah dan bundanya, yakni Nabi Ibrahim as. dan Bunda Hajar menjadi sosok yang sangat berpengaruh sehingga ia menjadi seorang anak berkepribadian mulia. Keluarga ini merupakan keluarga ideal yang dikisahkan di dalam Al-Qur’an. Banyak pelajaran yang dapat dipetik oleh umat muslim dari kisah perjalanan hidup keluarga Nabi Ismail as. ini.
1. Taat dan tawakal kepada Allah Taala.
Ayah dan bunda Nabi Ismail as. merupakan orang tua yang sangat bertawakal kepada Allah Taala. Keduanya mampu menanamkan kecintaan kepada Allah di hati Ismail sehingga ia tumbuh menjadi anak yang senantiasa taat, bertawakal, dan bersandar hanya kepada Allah. Hal ini terbukti ketika Ismail as. menginjak remaja, sang ayah bermimpi menyembelihnya. Setelah yakin bahwa mimpi tersebut adalah perintah Allah Swt., Nabi Ibrahim menghampiri anaknya dengan membawa tali dan pisau, lalu mengajaknya pergi ke sebuah bukit.
Nabi Ibrahim pun menyampaikan mimpinya kepada Ismail, lalu bertanya, “Bagaimana menurutmu, wahai Ismail?” Ismail pun menjawab, “Duhai ayahanda, kalau engkau hendak menyembelihku, ikatlah aku dengan kencang agar darahku tidak mengenaimu yang akan mengurangi pahalaku. Kematian itu amat berat. Aku tidak bisa memastikan apakah diriku akan meronta-ronta atau tidak, maka aku mohon tajamkanlah pisaumu wahai ayah agar kematianku singkat. Saat ayah membaringkan aku, hadapkan aku ke tanah. Aku khawatir ketika engkau memandang wajahku, engkau akan merasa iba sehingga menghalangimu untuk melaksanakan perintah Allah. Berikanlah pakaianku kepada ibunda jika ayah berkenan. Mudah-mudahan itu bisa menghiburnya.”
Sungguh, jawaban Ismail as. tersebut menunjukkan tawakal dan keikhlasan yang sangat mendalam untuk menjalankan perintah Allah Taala.
2. Berbakti kepada orang tua.
Sejak kecil, Nabi Ismail as. dikenal sebagai anak yang santun dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Ia rela kehilangan nyawa dan menyerahkan dirinya untuk disembelih agar ayahnya bisa melaksanakan perintah Allah Swt. dengan sempurna. Sungguh satu keluarga yang kompak hingga bersedia berkorban melaksanakan perintah Allah sekalipun hal itu sangat berat bagi mereka.
Seperti kata pepatah, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.” Nabi Ibrahim as. dan Bunda Hajar adalah pengasuh dan pendidik yang luar biasa. Tidak heran jika sang anak memiliki karakter yang tidak jauh berbeda dengan ayah bundanya. Hanya melalui cerita mimpi ayahnya, sang anak tahu bahwa ayahnya seorang Nabi dan ia tahu bahwa mimpi seorang Nabi benar adanya. Beliau mengajarkan banyak hal kepada kita, yakni makna pengorbanan, ketulusan, keimanan, serta cinta dan bakti kepada orang tua.
3. Pengorbanan dan keikhlasan yang tinggi.
Perintah Allah agar Nabi Ibrahim as. menyembelih Nabi Ismail as., putra tercinta yang sangat dikasihinya, bisa dikatakan sebagai puncak pengorbanan keluarga Ibrahim. Tidak hanya pengorbanan orang tua, tetapi juga pengorbanan dari sang anak. Sungguh luar biasa, seorang anak mengorbankan nyawanya agar ayahnya bisa menunaikan perintah Allah Taala.
Ketundukan, pengorbanan, dan kepasrahan yang mengagumkan telah diperlihatkan oleh Ibrahim as. dan anaknya. Ismail as. rela berkorban agar ayah yang sangat dicintainya bisa melaksanakan perintah Allah dengan sempurna. Tanpa gentar ia menyerahkan dirinya untuk disembelih oleh ayahnya.
Garizah tadayyun—atau naluri keimanan—membimbing dan menunjukinya untuk tunduk kepada titah Sang Khalik. Demikian pula sang ayah, pengorbanannya luar biasa hingga merelakan anak yang sangat dicintainya.
4. Sabar menjalani perintah Allah Taala.
Tanpa ragu sedikit pun, Ibrahim as. memenuhi perintah Allah Taala. Putera tercintanya, Ismail as. pun tegar, sabar, dan pasrah kepada Allah sehingga menyediakan dirinya disembelih oleh ayahnya sendiri. Kesabaran dan ketaatannya kepada Allah makin menguatkan ayahnya untuk menunaikan perintah Allah. Semua yang dilakukannya semata untuk tunduk kepada perintah Allah. Mereka juga yakin bahwa Allah Swt. pasti memberi sesuatu yang terbaik sehingga mereka mampu bersikap sabar.
Kesalehan, ketundukan, dan kepasrahan mereka telah terbukti. Mereka adalah hamba Allah yang sukses melewati ujian yang sangat berat. Allah pun benar-benar memberikan janjinya untuk keluarga ini dengan berbagai kebaikan, sebagaimana diabadikan dalam QS Ash-Shaffat 102–109 di atas.
Khatimah
Demikianlah sosok Ismail as. yang lahir dari keluarga yang penuh keimanan, ketaatan, pengorbanan, keikhlasan, dan kesabaran yang luar biasa. Dengan keimanan yang kukuh, pengorbanan sepenuh jiwa, serta kesabaran dan ketaatan kepada Allah Swt., mereka berhasil melampaui puncak ujian yang Allah berikan dengan gemilang.
Semoga kita bisa memetik pelajaran luar biasa dari kisah kehidupan Nabi Ismail as. dan keluarga besarnya berupa keimanan, ketaatan, kesabaran, keikhlasan, dan pengorbanan seluas samudra yang terhunjam dalam diri mereka.
Semoga Allah Swt. memberikan kemudahan bagi kita untuk membina diri dan anak-anak kita dengan Islam sehingga lahir generasi cerdas yang beriman dan taat, ikhlas, sabar, serta rela berkorban untuk Islam dan kaum muslim. Amin. Wallahualam bissawab. [MNews/YG]
.
source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.
Comment here