Penulis: Ummu Nashir N.S.
Muslimah News, KELUARGA — Siapa pun yang menjalani kehidupan pernikahan tentu akan merasakan bahwa kehidupan pernikahan adalah kehidupan yang penuh warna, suka, dan duka. Hubungan suami-istri dalam pernikahan memang merupakan hubungan yang dinamis. Meskipun tidak selalu harmonis, tetapi juga tidak selalu dalam keadaan krisis. Pernikahan bagaikan bahtera yang tengah mengarungi lautan. Terkadang air laut yang tenang membawa bahtera melaju, tetapi kadang gelombang, bahkan badai menerpa sehingga membuat bahtera kita oleng. Akan tetapi, kita dan pasangan harus selalu berusaha mengendalikannya agar kembali tenang. Juga harus selalu yakin bahwa suatu saat badai pasti akan berlalu.
Hampir Tidak Ada Pernikahan Tanpa Goncangan
Ingatlah bahwa tidak ada manusia sempurna di muka bumi ini, termasuk kita dan pasangan. Sebaliknya, hanya Allah Yang Maha Sempurna. Setiap pasutri harus menyadari bahwa pasangannya adalah perempuan atau laki-laki biasa yang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan.
Allah Swt. Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil menciptakan manusia berpasang-pasangan. Dia mengirim seorang laki-laki untuk mendampingi seorang perempuan dalam sebuah ikatan pernikahan agar makin sempurna kebaikannya dan makin berkurang kelemahannya. Oleh karena itu, pasutri tidak harus menjadi sempurna untuk bisa bahagia, juga tidak memerlukan pasangan yang sempurna untuk bisa bahagia. Sudah menjadi ketetapan-Nya bahwa seorang manusia tidak terlepas dari kesalahan dan dosa. Rasulullah saw. menegaskan, “Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat.” (HR Tirmidzi).
Wajar jika dalam kehidupan pernikahan terutama pada awal pernikahan, setiap pasutri akan menghadapi berbagai ujian yang bisa jadi datang dari pasangannya. Ini semua merupakan ujian yang harus dihadapi pasutri dengan hati yang lapang, pikiran yang jernih, dan selalu berprasangka baik terhadap pasangan. Tidak salah jika dikatakan bahwa kehidupan pernikahan itu harus dihadapi dengan hati seluas samudera. Dibutuhkan keikhlasan yang luar biasa untuk menapakinya. Di sinilah Islam hadir memberi petunjuk dan tuntunan untuk kita semua.
Mengelola Hati
Berikut beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengelola hati agar tenang dalam berkeluarga.
1. Menjadikan syariat Islam sebagai pijakan.
Menjadi suatu keharusan bagi pasutri dan setiap keluarga muslim untuk menjadikan Islam dan syariatnya sebagai panduan dan solusi terhadap seluruh permasalahan yang terjadi dalam kehidupan berkeluarga. Kita pahami bersama bahwa hukum syarak datang dari Allah Swt., bersifat tetap, sesuai dengan fitrah manusia, dan memuaskan akal sehingga akan membawa kepada ketentraman. Oleh karenanya, syariat Islam harus dijadikan rujukan agar keluarga muslim memiliki patokan yang jelas dan tegas dalam menilai segala sesuatu.
Ketika syariat Islam dijadikan pijakan berkeluarga, maka akan mudah bagi pasutri untuk menyelesaikan masalah bersama, terlebih dalam hal-hal yang bersifat prinsip dan mendasar. Ketika ada perselisihan, kekecewaan, atau perbedaan pendapat tentang sesuatu, jadikan syariat Islam sebagai rujukan untuk memperoleh jawaban. Dengan demikian, ketenangan dan keikhlasan akan meliputi jiwa pasutri. Di sinilah pentingnya pasutri untuk menguatkan pemahaman Islam bagi anggota keluarganya.
2. Mencintai pasangan karena Allah.
Mencintai pasangan karena Allah merupakan fondasi bagi langgengnya sebuah ikatan pernikahan. Pasutri yang saling mencintai karena Allah tidak mungkin menyakiti pasangannya dengan ucapan atau perbuatannya. Ia akan selalu menjaga kemuliaan dan kehormatan pasangannya, serta melindungi rahasia rumah tangganya. Ia akan senantiasa mengikatkan hati, lisan dan perbuatannya dengan aturan Allah Taala. Ia tidak akan berani membantah firman Allah dan sabda Nabi-Nya karena takut berdosa.
Kecintaan kepada pasangan karena Allah menjadikan ia tidak rela jika diri dan pasangannya melanggar ketetapan dan aturan Allah Taala. Ia akan menjaga pasangannya dengan ikhlas sepenuh hati dan jiwa agar selalu berada dalam koridor Islam. Ketika pasangannya mengajak pada kebaikan, ia dengan senang hati akan mendukungnya. Namun jika sebaliknya, maka ia tidak segan menasehati atau memberi masukan. Sungguh dibutuhkan kebesaran hati untuk melakukannya semuanya lillaahi ta’ala.
3. Menerima kondisi pasangan sebagai ketetapan Allah Taala.
Setelah akad nikah berlangsung, kita meyakini sepenuhnya bahwa pasangan kita adalah orang yang Allah pilihkan sebagai pendamping hidup kita, lengkap dengan kelebihan dan kekurangannya. Berlapang dada menerima kondisi pasangan menjadi faktor penting yang berperan menjaga langgengnya pernikahan kita. Fokuslah pada kelebihan pasangan agar ia nyaman dan tidak merasa terintimidasi karena kekurangannya. Jangan sampai sikap kita justru menyebabkan rasa nyaman itu pergi.
Jika ada sikap atau perilaku pasangan yang tidak nyaman di hati, alangkah baiknya kita rida terhadap akhlak lainnya sambil terus saling menasihati. Ingatlah bahwa tidak ada sosok manusia yang sempurna. Pasangan memang memiliki kekurangan dan keburukan, tetapi ia juga pasti memiliki banyak kebaikan. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Janganlah seorang mukmin membenci mukminah. Jika ia membenci salah satu perangainya, niscaya ia akan rida dengan perangainya yang lain.” (HR Muslim). Hadis ini mengajarkan kita bersikap dewasa menghadapi perilaku pasangan. Jangan sampai satu kekurangannya menyiksa batin kita, padahal ia juga memiliki banyak akhlak positif lainnya. Kita harus bisa menumbuhkan sikap rida terhadap perilaku pasangan.
Rahasia besarnya adalah menyadari keterbatasan kita sebagai manusia yang menyebabkan keputusan dan penilaian kita seringkali ditumpangi kecenderungan hawa nafsu. Akibatnya, kita kadang salah menilai. Mengatakan hal yang baik sebagai hal buruk, atau sebaliknya hal buruk sebagai hal baik. Kita juga kadang membenci yang seharusnya kita cintai, atau sebaliknya. Oleh karenanya, memercayakan seluruh masalah sepenuhnya kepada Allah Swt. adalah jalan terbaik. Termasuk takdir tentang pendamping hidup yang seringkali tidak sesuai bayangan ideal kita. Dengan demikian, kita tidak tergesa-gesa mengambil tindakan dan keputusan karena hawa nafsu agar tidak menyesal nanti.
4. Saling menasihati dan mengingatkan.
Setiap manusia pasti tidak luput dari kesalahan. Persahabatan suami-istri akan membuat setiap orang tidak pernah rela jika pasangannya melakukan kesalahan, baik yang disengaja maupun yang tidak. Saling memberi nasihat merupakan wujud saling mencintai karena Allah Taala. Ini karena tujuan pernikahan adalah dalam rangka menjaga ketaatan kepada Allah Swt. dan menjauhkan diri dari melakukan kemaksiatan kepada-Nya.
Nasihat dan komunikasi pada waktu dan dengan cara yang tepat, yakni secara lemah lembut dan tidak menjustifikasi kesalahan, akan membuat pasangan yang dinasihati merasakan kesejukan dan ketenteraman sehingga siap menerima masukan. Menasehati dengan makruf akan membuat kemuliaan pasangan terjaga karena masalah tidak meluas ke luar, tetapi dilakukan penyelesaian bersama.
5. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasangan.
Komunikasi sangat penting dalam kehidupan berkeluarga karena akan meningkatkan sikap saling mencintai. Komunikasi juga akan menghindari terjadinya kesalahpahaman dengan pasangan. Komunikasi yang efektif menjadi faktor penting yang menentukan keberhasilan pasutri dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga. Komunikasi juga akan membentuk kepercayaan kepada pasangan sehingga rasa curiga, pikiran negatif, dan kecemasan lainnya dapat dihilangkan. Sebaliknya, tanpa komunikasi yang baik, ketenteraman dalam keluarga akan sulit dicapai.
Pasutri memang harus bekerja sama menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Sikap saling menghargai, menyayangi, mengerti, memaafkan, menjaga kemuliaan, serta mau belajar harus dimiliki pasutri. Insyaallah ini akan bisa terwujud, salah satunya dengan komunikasi yang makruf di antara keduanya. Alangkah indahnya perkataan Abu Darda ra. pada istrinya, “Jika aku marah, maka buatlah aku rida padamu dan jika engkau marah, aku pun akan membuat dirimu rida padaku. Kalau tidak demikian, tidaklah kita bersahabat.”
6. Mendoakan pasangan dengan doa terbaik.
Menjadi keharusan bagi kita untuk selalu mendoakan pasangan pada setiap kesempatan, terutama pada waktu-waktu mustajab. Terlebih ketika sedang ditimpa kesulitan, musibah, kegundahan, dan kegelisahan. Kita memohon agar Allah Swt. menghilangkan semua itu dan menggantinya dengan hal terbaik bagi pasangan dan keluarga kita.
Tidak ada tempat untuk memohon dan meminta pertolongan, kecuali hanya kepada Allah Taala. Sesungguhnya, pasangan kita adalah milik-Nya. Allah Swt. yang menggenggam hatinya serta berkuasa mengubah dan memperbaikinya. Tentu saja kita tetap harus berusaha. Semoga Allah selalu menjadikan pasangan kita sebagai orang yang taat kepada-Nya dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Semoga Allah juga selalu menjaga, melindungi, dan memberikan solusi terbaik terhadap berbagai kesulitan yang kita hadapi.
Khatimah
Melakukan kewajiban dan memenuhi hak pasangan sesuai tuntunan syarak akan menjadi kunci langgengnya sebuah pernikahan. Oleh karenanya, setiap pasutri harus senantiasa menambah pemahamannya tentang hukum-hukum syarak dan menguatkan keimanannya agar bisa berhusnuzan kepada Allah Swt., walaupun dalam keadaan paling sulit. Dengan demikian, kita bisa berlapang dada seluas samudera menjalani bahtera rumah tangga. Ini semua akan sejalan dengan kualitas iman sehingga kita bisa melihat prioritas hidup dengan lebih jernih. Insyaallah.
Di sinilah kedewasaan sikap dan kesabaran kita sebagai pasutri benar-benar diuji. Menerima pasangan apa adanya, berlapang dada, dan berpandangan jauh ke depan harus kita lakukan agar kesalahan yang bersifat manusiawi tidak dibesar-besarkan. Dengan demikian, kita tidak merasa menderita karena kecewa dengan pasangan. Bagaimanapun, pasangan kita adalah orang yang telah kita pilih dan juga bahwa ini adalah ketetapan Allah Swt. Wallahualam bissawab. [MNews/YG]
source
Tulisan ini berasal dari website lain. Sumber tulisan kami sertakan di bawah artikel ini.
Comment here